Cara Gampang Ngitung PPh Terutang

Memangnya ngitung PPh terutang ada cara gampangnya?

Iyaaa…ada lah…

Cius…? cius deh…. 😛

Ngitung berapa PPh yang harus kita bayar atas penghasilan yang kita terima sebenernya bukanlah hal yang sulit kayak rumus aljabar logaritma yang pake cin cos tangen. Rumusnya simpel, cuma make rumus matematika dasar, penambahan, pengurangan, bagi dan perkalian, ga pake akar, kuadrat, apalagi logaritma. Kalo masalah ngitung berapa PPh sih gampang, tapi yang sulit adalah mengidentifikasikan mana yang menjadi objek PPh dan mana yang boleh dibebankan sebagai biaya. Mengapa saya bilang itu sulit. Karena kita kadang-kadang perlu pemikiran yang keras dan berulang kali untuk bisa memutuskan apakah penghasilan yang kita terima harus masuk ke penghitungan PPh terutang. Ah, cius…?ya eyalah…semakin banyak penghasilan yang digabung menjadi dasar penghitungan pph terutang maka akan semakin besar PPh yang harus dibayar. Nah, kalo PPhnya semakin besar, rela ga? Kita tanyakan pada rumput bergoyang ajalah apakah kita rela atau ga…heheheh…..

Kembali ke topik, untuk menghitung PPh terutang, kita terlebih dahulu harus tahu dasar pengenaan PPh. Dasar Pengenaan Pajak PPh (DPP PPh) merupakan nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung PPh terutang, atau nilai yang akan dikalikan dengan tarif PPh. DPP PPh ini disebut dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) menurut UU PPh 1984. Untuk menghitung PKP, anda harus paham yang menjadi objek PPh dan yang menjadi biaya pengurang dari objek PPh tersebut. Sebagaimana telah disebutkan dalam artikel saya sebelumnya (baca artikel Objek PPh), PPh dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Intinya, PPh dikenakan atas penghasilan, dan yang dimaksud penghasilan di sini adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis. So, untuk mengetahui berapa tambahan kemampuan ekonomis yang kita terima (penekanannya pada “tambahan” ya), maka kita harus menghitung berapa modal atau biaya yang kita butuhkan untuk mendapatkan atau memperoleh penghasilan tersebut. Ribet amat sih? Gini, intinya yang akan dikenakan PPh adalah laba, yaitu penghasilan setelah dikurangi dengan biaya.

Kita sudah bahas penghasilan dalam artikel sebelumnya tentang Objek PPh. Jadi ga perlu saya ulang pembahasannya di sini ya…. Apa saja yang boleh menjadi biaya yang dapat mengurangi penghasilan dapat dilihat dalam pasal 6 UU PPh 1984 (klik Disini untuk lengkapnya). Prinsipnya, seluruh biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat menjadi pengurang penghasilan. Sama seperti penghasilan yang menganut pengertian yang luas, UU PPh 1984 juga mendefinisikan biaya yang dapat mengurangkan penghasilan dalam sudut pandang yang luas juga, yaitu sepanjang biaya tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (atau disebut biaya 3 M, bukan tiga milyar lho…tapi singkatan dari mendapatkan, menagih dan memelihara 😛 ). Jenis biayanya bisa apa aja, bisa dalam bentuk dan nama apapun. Oleh karena itu, jenis biaya yang diatur dalam pasal 6 ayat 1 UU PPh 1984, sifatnya hanya memberikan contoh, bukan membatasi hanya sebatas dafatar yang ada.

Namun, samahalnya dengan penghasilan yang memiliki negative list (daftar yang bukan merupakan objek PPh), tidak semua biaya dapat menjadi pengurang penghasilan dalam rangka menghitung PKP. Negative list dari biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan untuk menghitung PKP, atau biaya yang tidak dapat dibebankan secara fiskal, telah disebutkan dalam pasal 9 ayat 1 UU PPh 1984 (klik disini).
Sehingga, jika suatu jenis biaya tergolong dalam biaya yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat 1 UU PPh 1984, maka biaya tersebut tidak boleh mengurangi penghasilan untuk menghitung PKP. Jadi yang diperlu diingat nama dan jenis biaya yang tercantum dalam negative list (Pasal 9 ayat 1 UU PPh 1984). Diluar negative list tersebut, apapun jenis biayanya, asalkan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihar penghasilan, boleh menjadi pengurang penghasilan untuk menghitung PKP.

Setelah memahami penghasilan yang merupakan objek PPh, dan biaya yang dapat mengurangi penghasilan, kita akan dengan mudah menghitung PKP yang menjadi dasar pengenaan PPh. Khusus untuk wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, yang membuat laporan keuangan berupa laporan laba rugi untuk menghitung laba usahanya, dalam rangka menghitung PKP, laba usaha yang diperoleh dikurangi terlebih dahulu dengan kerugian yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan pasal 6 ayat 2 UU PPh 1984, dalam menghitung PKP bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, kerugian yang berasal dari tahun sebelumnya dapat dikompensasikan dengan laba tahun berikutnya, untuk jangka waktu 5 tahun. Contohnya, kerugian yang terjadi pada tahun pajak 2011, dapat dikompensasikan dengan laba usaha tahun pajak berikutnya, yaitu tahun pajak 2012. Apabila masih terdapat sisa kerugian tahun pajak 2011 setelah dikompensasikan dengan laba usaha tahun pajak 2012, maka sisa kerugian tersebut masih dapat dikompensasikan dengan laba usaha yang diperoleh tahun pajak berikutnya lagi, paling lambat tahun pajak 2016.

Bagi wajib pajak orang pribadi, diberikan pengurang penghasilan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk menghitung PKP. PTKP merupakan bagian penghasilan yang menurut UU PPh 1984 tidak dikenakan PPh. Besarnya PTKP untuk tahun pajak 2009 s.d tahun pajak 2012 adalah sebesar :

  • Untuk WP sendiri Rp 15.840.000/ tahun
  • Untuk status kawin, ditambah Rp 1.320.000/ tahun
  • Apabila penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami, ditambah lagi Rp 15.840.000/tahun
  • untuk setiap anggota keluarga yang menjadi tanggungan, masing-masing mendapatkan tambahan sebesar Rp 1.320.000,00, yang paling banyak 3 orang.

Anggota keluarga yang dapat masuk ke dalam penghitungan PTKP adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Siapa saja anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus, yaitu orang tua kandung, anak kandung. Yang menjadi anggota keluarga semenda dalam garis keturunan lurus adalah mertua dan anak tiri. Sedangkan anak angkat yang dapat dimasukkan dalam penghitungan PTKP adalah anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak, tinggal bersama wajib pajak dan tidak memiliki penghasilan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penghitungan pph terutang dapat dirumuskan sebagai berikut:

  • Untuk WP Orang Pribadi, yang menyelenggarakan pembukuan: PPh Terutang = PKP x Tarif Pajak, dimana PKP = (Penghasilan Bruto – Biaya 3M) – Kompensasi Kerugian – PTKP
  • Untuk WP Badan, PPh Terutang = PKP x Tarif PPh, dimana PKP = (Penghasilan Bruto – Biaya 3M) – Kompensasi Kerugian

Tarif PPh yang digunakan untuk penghitungan PPh tersebut di atas, merupakan tarif PPh yang diatur dalam pasal 17 UU PPh 1984 (tarif pasal 17), sejak tahun pajak 2009, tarif pajak yang berlaku adalah:

  • Untuk WP Orang Pribadi menggunakan tarif PPh progresif, yaitu:
    5%, untuk lapisan PKP dari Rp 0,00 s.d Rp 50 juta
    15%, untuk lapisan PKP, diatas Rp 50 juta s.d Rp 250 juta
    25%, untuk lapisan PKP, diatas 250 juta s.d Rp 500 juta
    30%, untuk lapisan PKP, diatas Rp 500 juta.
  • Untuk WP Badan menggunakan tarif tunggal, yaitu:
    28% untuk tahun pajak 2009, dan 25% untuk tahun pajak berikutnya.

Gampangkan …?

 

 

Leave a comment