Penyusutan dan Amortisasi Ala Fiskal

This is it…penyusutan ala fiskal (mode on: farah quin) 😛

Sebagaimana halnya telah diatur dalam akuntansi, untuk biaya yang yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun, pembebanan biayanya dalam rangka menghitung PPh Terutang, harus melalui penyusutan atau amortisasi ala fiskal. Apakah metode penyusutan dan amortisasi secara fiskal berbeda dengan cara penyusutan dan amortisasi yang berlaku di akuntansi? Pada prinsipnya sama, hanya ada beberapa hal yang berbeda. Penyusutan dan amortisasi secara fiskal telah diatur dalam pasal 11 dan pasal 11A UU PPh 1984 (klik disini) . Penghitungan penyusutan dilakukan untuk mengalokasikan pembebanan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tetap berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun. Sedangkan amortisasi digunakan untuk mengalokasikan pembebanan biaya yang berkaitan dengan perolehan aktiva tidak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun.

Walaupun secara akuntansi terdapat banyak metode penyusutan yang dapat digunakan, berdasarkan pasal 11 UU PPh 1984, hanya dua metode penyusutan yang boleh digunakan dalam pengalokasian biaya secara fiskal, yaitu metode  garis lurus dan metode saldo menurun. Sehingga wajib pajak tidak diperkenankan untuk menggunakan metode lainnya, seperti metode jumlah angka tahun atau yang lainnya. Penggunaan salah satu dari kedua metode penyusutan sebagimana di atur dalam pasal 11 UU PPh 1984 tersebut, harus dilakukan oleh wajib pajak secara taat azas. Artinya, jika telah memilih metode garis lurus untuk melakukan penyusutan biaya di suatu tahun pajak, maka untuk tahun pajak berikutnya harus secara konsisten menggunakan metode garis lurus. Perubahan metode penyusutan (dari metode garis lurus menjadi metode saldo menurun, atau sebaliknya) hanya boleh dilakukan setelah mendapatkan izin dari Dirjen Pajak.

Metode penyusutan garis lurus merupakan suatu metode pengalokasian pembebanan biaya, dimana jumlah biaya yang dialokasikan setiap tahunnya adalah sama. Dengan kata lain, untuk metode garis lurus, nilai biaya penyusutannya konstan untuk setiap tahunnya, dari tahun perolehan sampai dengan tahun akhir masa manfaatnya. Sedangkan metode penyusutan saldo menurun, merupakan suatu metode pengalokasian pembebanan biaya, dimana jumlah biaya yang dialokasikan semakin menurun tiap tahunnya seiring bertambahnya masa manfaatnya, dan pada tahun dimana merupakan akhir masa manfaatnya, dilakukan penyusutan sekaligus atas nilai sisa buku yang ada. Dalam metode saldo menurun, pada tahun perolehan, biaya penyusutan akan lebih besar, dan untuk tahun berikutnya biaya penyusutan akan semakin kecil.

Masa manfaat dari aktiva berwujud yang disusutkan dan tarif penyusutannya telah ditetapkan dalam pasal 11 ayat 6 UU PPh 1984, baik untuk metode penyusutan garis lurus (GL) maupun metode penyusutan saldo menurun (SM). Dalam hal ini, masa manfaat aktiva berwujud yang dapat disusutkan dibagi menjadi dua jenis, untuk aktiva berwujud berupa bangunan, dan aktiva berwujud bukan bangunan yang terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

  • Kelompok 1: masa manfaat 4 tahun, tarif metode GL=25%, tarif metode SM=50%
  • Kelompok 2: masa manfaat 8 tahun, tarif metode GL=12,5%, tarif metode SM=25%
  • Kelompok 3: masa manfaat 16 tahun, tarif metode GL=6,25%, tarif metode SM=12,5%
  • Kelompok  4:masa manfaat 20 tahun, tarif metode GL=5%, tarif metode SM=10%
  • Bangunan Non Permanen: masa manfaat 10 tahun, hanya boleh menggunakan metode GL (ga boleh pake metode SM), dengan tarif penyusutan=10%.
  • Bangunan Permanen: masa manfaat 20 tahun, hanya boleh menggunakan metode GL (ga boleh pake metode SM), dengan tarif penyusutan=5%

Jika di dalam metode penyusutan secara akuntansi, masa manfaat suatu aktiva boleh ditentukan sendiri oleh perusahaan, berdasarkan penilaian dan kepentingan perusahaan, secara fiskal tidaklah demikian. Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk menentukan masa manfaat dari suatu aktiva. Jika suatu aktiva tergolong dalam kelompok 1, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka, rela atau tidak rela, ya harus menetapkan masa manfaatnya 4 tahun untuk penyusutan aktiva tersebut secara fiskal. Jenis aktiva berwujud bukan bangunan yang tergolong dalam masing-masing kelompok telah diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 (klik  disini ). Cara menghitungnya dapat langsung dilihat pada penjelasan pasal 11 UU PPh 1984 (tinggal klik aja link yang sudah saya berikan pada paragraf pertama).

Oh ya, perbedaan lainnya antara metode penyusutan akuntansi dengan fiskal adalah, jika dalam akuntansi kita boleh menentukan jumlah nilai sisa yang ada pada masa manfaat (atau residual value dari aktiva), secara fiskal hal ini tidak boleh dilakukan. Penyusutan secara fiskal tidak mengenal adanya penentuan residual value. Secara fiskal, jika suatu aktiva berwujud telah habis masa manfaatnya, maka tidak ada residual value-nya, atau semua nilai sisa bukunya harus habis menjadi Rp 0,00.

Kemudian, kapankah suatu aktiva tetap berwujud dapat mulai disusutkan? Suatu aktiva tetap berwujud dapat mulai disusutkan pada bulan dilakukannya pengeluaran. Untuk aktiva tetap berwujud yang masih dalam tahap proses pengerjaan, penyusutannya dapat dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Penyusutan untuk tahun pertama diperolehnya suatu aktiva berwujud dilakukan secara pro rata sesuai dengan jumlah bulan yang tersisa dalam tahun tersebut. Contohnya, suatu aktiva berwujud (kelompok 1, dengan metode GL) dibeli pada tanggal 2 November 2012, maka penyusutan untuk aktiva tersebut untuk tahun pajak 2012, dihitung dengan cara sebagai berikut :

Biaya penyusutan = 2/12 x 25% x Harga Perolehan

Apakah semua aktiva dapat disusutkan? Tentu  tiiiiidaaaakkkk…
Hanya aktiva tetap berwujud yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (yang merupakan objek PPh yang menggunakan tarif pasal 17) yang dapat disusutkan. Aktiva tetap berwujud berupa tanah tidak dapat disusutkan. Kemudian, aktiva berwujud yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek PPh, tidak dapat disusutkan dan dibebankan sebagai biaya secara fiskal. Ingat biaya 3M kan, apapun jenisnya kalo suatu pengeluaran biaya bukan bersifat mendapatkan, menagih, memelihar penghasilan yang merupakan objek PPh, biaya tersebut tidak dapat dibebankan secara fiskal (liat artikel Cara Gampang Ngitung PPh).

Kemudian, bagaimana dengan amortisasi? Amortisasi sebenarnya juga merupakan suatu metode pengalokasiaan pembebanan biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, tapi khusus untuk biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tidak berwujud (seperti hak paten dan hak guna usaha) dan pengeluaran lainnya yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun (seperti biaya pendirian dan perluasan modal, biaya sewa dibayar dimuka untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun, dan biaya pra operasi). Sama halnya dengan penyusutan ala fiskal, amortisasi ala fiskal juga hanya dapat digunakan untuk membebankan biaya yang berkaitan dengan 3M (masih ingatkan 3M itu apa… 🙂 ). Metode amortisasi secara fiskal juga hanya dua, yaitu metode Garis Lurus (GL) dan metode Saldo Menurun (SM), ga boleh metode selain itu. Samahalnya dengan penyusutan ala fiskal, amortisasi ala fiskal juga tidak memperkenankan adanya residual value, sehingga seluruh nilai sisa buku harus dibebankan sekaligus pada akhir masa manfaat.

Masa manfaat dan tarif amortisasi dalam amortisasi ala fiskal telah diatur dan ditentukan dalam pasal 11A UU PPh 1984. Pengelompokkan masa manfaat dan tarif amortisasi yang dapat digunakan sama seperti pengelompokkan masa manfaat dan tarif penyusutan secara fiskal, sebagaimana telah saya uraikan di atas (lihat pengelompokkan masa manfaat aktiva tetap berwujud selain bangunan).

Khusus untuk biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hak penambangan dibidang minya dan gas bumi yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, dapat dibebankan melalui amortisasi dengan metode satuan produksi. Sedangkan untuk biaya untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, termasuk juga hak pengusahaan hutan dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, dapat menggunakan metode amortisasi satuan produksi, dengan tarif maksimal 20% setahun. Metode satuan produksi diperoleh dengan cara :

(realisasi hasil / taksiran jumlah kandungan atau hasil dari penambangan atau lahan) x 100%

Contoh penggunaan metode amortisasi ala fiskal dapat dilihat langsung pada penjelasan pasal 11A UU PPh 1984, silahkan klik link yang sudah saya sediakan di pragraf pertama. This is it, penyusutan dan amortisasi ala fiskal…. 🙂 .